Dipostingan kemarin Misteri yang harus dipecahkan Detective Conan gue iseng nanya
tentang 10 misteri terbesar abad 21, ternyata ada beberapa orang yang jawab.
Padahal gue niatnya cuma iseng doang. Disitu jawaban bang Hawadis dan Zza Chan
sih yang paling niat. Ngejawab 10 pertanyaan itu pake logika meskipun sedikit
dipaksa-paksain haha. Karena gue udah janji buat ngasih hadiah yang menarik.
Ini hadiah untuk kalian berdua
Saturday, 28 February 2015
Monday, 23 February 2015
Misteri yang harus dipecahkan Detective Conan
Gue lumayan suka anime. Apalagi anime
yang bergenre hentai. Anime favorit gue itu Dragon Ball. Masih inget banget,
dulu Dragon Ball tayang di Indosiar jam 9 pagi. Itu alesan kenapa gue mau
bangun pagi meskipun hari libur. Gara-gara Dragon Ball juga, waktu kecil gue
berkhayal punya jurus Kamehameha. Terus pernah juga praktekin jurus Fusion
bareng temen SD gue, tapi kalo dibayangin sekarang malah mirip dua maho yang
pengen nempel-nempelin jari telunjuknya.
Ada satu lagi jurus di kartun Dragon
Ball yang gue suka, namanya jurus bola semangat. Kalo gak salah cuma Son Goku
doang yang bisa. Untungnya Son Goku ini bukan anak alay. Andai Son Goku jadi
alay, pasti jurusnya diganti jadi bukan bola semangat, tapi bola C3muNguDh.
Cemungudh eeaa qaqa
![]() |
Fusion |
Wednesday, 18 February 2015
Fenomena Goyang Goyangan Ini
--Keluar dari tumpukan sajadah—
Gue menulis postingan ini waktu lagi
di Mesjid kampus. Mesjid kampus bagaikan kost-kostan bagi gue yang jarak rumah
ke kampus Masya Allah jauhnya. Kalo dijadiin SKS, pulang pergi kampus-rumah
udah makan 3 SKS sendiri kali. Banyak juga temen-temen gue yang jadiin mesjid
kampus ini tempat penginapan semetara kalo ada jam kosong kuliah. Yang asik
dari mesjid kampus gue ini, sinyal wifi nya kenceng abis. Kecepatannya bisa
nyaingin omongan Eminem waktu nge-rap. Gue pernah download film aja cuma butuh waktu 30 menit. Cepet banget kan!! Ini mungkin saking cepetnya,
kalo mau download lagu, baru niat dowload aja udah ke download.
Saturday, 14 February 2015
Introducing: The Darsono Story

Perkenalkan sebelumnya, nama aku
Darsono. Waktu kecil aku pernah bertanya kepada orang tua ku kenapa nama ku
segitu wong desonya. Mereka bilang, aku lahir dari tempat yang sangat jauh,
maka dinamailah aku Darsono. Dari sono. Mungkin jika aku punya adik yang lahir
didalam rumah, kedua orang tuaku akan menamainya, Darsini. Dari sini. Ya gitu
deh
Keluarga ku tergolong keluarga yang
biasa saja. Beli mobil seminggu dua kali, itu biasa saja. Jalan-jalan ke Bahama
7 hari 7 malam, itu biasa saja. Ayah ku hanya pegawai kantoran. Aku
pernah diajak oleh ayah ku kekantornya. Kantornya cukup megah. 578 tingkat.
Tapi tingkatnya ke bawah. Jika kamu pernah lihat gedung tertinggi di San
Fransisco, Sebenarnya itu gedung ayahku yang terletak di Jakarta Pusat, tapi nembus
ke bawah tanah sampai muncul di USA. Ya gitu deh
Wednesday, 11 February 2015
Perbedaan
“Tanggung, aku nganterin kamu dulu aja, Ge”
“Yakin? Nanti gak keburu loh”
“Santai aja kali, skill bawa motor aku sekelas Pedrosa waktu
balapan”
“Alaah sombong kamu, Dim!”
“Lagian aku males kalau sholat maghrib di mushola SPBU. Musholanya sempit”
“Alesan!”
“Janji deh, setelah nganterin kamu, aku maghriban kok”
“Janji janji, kamaren kamu janji mau telponan sampe malem”
“Aku telpon kan”
“Iya, tapi kamu sambil nonton bola. Apa itu kub bolanya, Bang
ipul bang ipul.”
“LIVERPOOL!”
“IYA ITU. kamu Lebih fokus nonton Bang ipul dari pada telpon”
“LIVERPOOL! Maaf ya
Ge kalo soal nonton bola, aku susah konsen hehe. Oia Kita lewat jalan Merdeka aja ya
biar gak macet”
“Terserah bang ojek”
“Sial!”
Sore itu cuaca cukup cerah untuk ukuran kota yang disebut
kota hujan. Tak ada awan hitam. Hanya langit yang sedang bertransformasi dari
biru ke gelap.
Tak luput, puluhan kelelawar penghuni kebun raya Bogor berterbangan liar untuk memulai aktivitasnya. Sore itu juga menjadi sore kesekian aku mengantarkan dia menggunakan motor matic.
Tak luput, puluhan kelelawar penghuni kebun raya Bogor berterbangan liar untuk memulai aktivitasnya. Sore itu juga menjadi sore kesekian aku mengantarkan dia menggunakan motor matic.
Geva Kazia Zinaida
Perempuan yang ku kenal saat mengikuti Masa orientasi departemen
kampus. Jika Tuhan selalu memberikan kejutan yang tak diketahui umatnya, maka
Geva adalah kado berbungkus rapi yang tak pernah aku harapkan datang tapi dapat
memberikan kebahagiaan.
Hari ini tepat 1 tahun 3 bulan, Geva menjadi salah satu bagian penting hidup ku. Satu tahun tentunya bukan waktu yang singkat, sudah banyak masalah yang kami hadapi, termasuk dari keluarga Geva.
Hari ini tepat 1 tahun 3 bulan, Geva menjadi salah satu bagian penting hidup ku. Satu tahun tentunya bukan waktu yang singkat, sudah banyak masalah yang kami hadapi, termasuk dari keluarga Geva.
Keluarga Geva tergolong keluarga taat beragama. Bahkan selama
ini aku harus sembunyi-sembunyi ketika berpergian bersama dengan Geva.
Tapi sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan terjatuh juga. Iya, beberapa kali ibu Geva mengetahui jika anaknya sering bermain dengan ku. Biasanya Geva langsung dihukum selesai kuliah tidak boleh keluyuran kemana-mana selama satu minggu.
Namun, Geva selalu bisa lolos dari hukuman ibunya dan mengajak ku bermain.
Tapi sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan terjatuh juga. Iya, beberapa kali ibu Geva mengetahui jika anaknya sering bermain dengan ku. Biasanya Geva langsung dihukum selesai kuliah tidak boleh keluyuran kemana-mana selama satu minggu.
Namun, Geva selalu bisa lolos dari hukuman ibunya dan mengajak ku bermain.
“Ibu kamu masih kayak dulu?” aku melontarkan pertanyaan pada
Geva yang sedari tadi diam memperhatikan jalanan.
“Apa?”
“Ibu kamu...”
“HAH”
“IBU KAMU MASIH KAYAK DULUUUU?!”
“Jangan teriak-teriak dong”
“Abisnya dari tadi hah hah terus,” ujarku kesal. Mungkin ini salah satu
awakward moment kalau ngobrol sambil boncengan di motor, apa yang kita omong
sering tak terdengar.
“Santai bang ojek, jangan marah-marah. Saya bayar 2 kali
lipat!” Canda Geva.
“Sial”
“Ibu aku ya gitu deh, masih belum ngerestuin hubungin kita”
“Ooh hmmm”
“Ibu aku maunya punya mantu yang agamanya taat”
“Hehehe”
“Dimas dimas, dikasih tau malah cengengesan”
“Gapapa, susah juga ya”
“Kamu bisa kok :)” Geva coba meyakinkan ku
“Ge, kamu tau engga?”
“Iya tau dong...”
“BELOOM!”
“Oh maaf bang ojek”
“Aku paling males ngelewatin jalanan yang banyak angkot gini”
“Salah sendiri lewat jalan Merdeka, harusnya kamu tadi lewat
jalan Perintis terus belok kanan Dim, gak banyak angkot ngetem nunggu penumpang kayak gini. Bikin macet kan”
“Iya aku kira jam segini, ga macet. Lagian angkot di Bogor,
jumlahnya ga masuk diakal. Bentar-bentar nemu angkot, bentar-bentar angkot berhenti.”
“Hahah bang ojek ngeluh mulu dari tadi”
“Abisnya. Udah gitu angkotnya macem-macem, ada trayek 01, 02, sampe ada
juga angkot nomer 32. Makin banyak kan makin ribet. Iya gak,Ge?”
“Ada bagusnya juga dong, Dim” Geva menyangkal pendapatku. “Samakin
banyak angkot, kamu jadi semakin banyak pilihan untuk mencapai tempat tujuan
kamu. Angkot A, pasti punya penumpang yang hampir semuanya punya tujuan tempat
yang sama, ke tempat A. Gitu juga kalo ada angkot B, punya penumpang dengan
tujuan yang sama, ke temat B"
“Intinya?”
“Intinya, Bayangin kalo angkot cuma ada satu, penumpang ga
punya pilihan lain kecuali naik angkot itu. Angkot itu pasti punya penumpang
yang tujuan tempatnya yang berbeda-beda. Hasilnya, ga akan efektif. Paham Dim?”
“Jadi itu tujuan angkot dibuat berbeda beda sesuai nomer
jurusannya”
“Yap, Perbedaan. 100 buat bang ojek yang satu ini”
“Sial, turunin juga nih!”
“Dim, bisa lebih cepet ga bawa motornya. Takut ibu aku
nungguin”
“Tenang, bentar lagi nyampe kok. Tinggal belok kanan di lampu
merah SMA 1”
Aku mengehentikan motor ku tepat di depan bangunan besar.
Sebuah katedral tua bernuansa neo-gothic dengan corak khas bangunan Vatikan lengkap dengan patung Bunda Maria
yang berdiri kokoh.
“Keluarga aku pasti udah ada di dalam, Dim”
“Oh iya, Misa nya mulai jam berapa, Ge?”
“Paling jam 7-an”
“Oh gitu yaudah aku mau buru-buru Maghriban dulu”
“Iya Dim, Makasih yaa”
“Hehe sama-sama ge”
Tak lupa Geva selalu mencium pipi kiri ku sebelum berpamitan.
Saat itu aku hanya tersenyum simpul. Tapi mungkin di atas sana tuhan sedang tersenyum lebar,
karena sebentar lagi kami akan saling mendoakan satu sama lain kepada tuhan
yang berbeda.
Sampai detik ini, atau sampai kapan pun aku tidak akan bisa
menjadi seorang yang taat agama menurut kepercayaan ibu Geva.
Benar yang Geva katakan dan ibunya harapkan, seperti penumpang angkot. Aku adalah penumpang angkot jurusan A, Sedangkan Geva adalah penumpang angkot jursan B. Dan saat ini kami ada di sebuah persimpangan, di mana harus memutuskan salah satunya mengganti arah tujuan untuk menaiki angkot yang sama. Angkot yang akan membawa kami kepada tuhan yang sama.
Benar yang Geva katakan dan ibunya harapkan, seperti penumpang angkot. Aku adalah penumpang angkot jurusan A, Sedangkan Geva adalah penumpang angkot jursan B. Dan saat ini kami ada di sebuah persimpangan, di mana harus memutuskan salah satunya mengganti arah tujuan untuk menaiki angkot yang sama. Angkot yang akan membawa kami kepada tuhan yang sama.
Aku hanya tersenyum membayangkan itu. Jika Tuhan selalu
memberikan kejutan yang tak diketahui umatnya, maka Geva adalah kado berbungkus
rapi yang salah diberikan Tuhan kepada pengikutnya yang menyembah tuhan yang berbeda.
Sumber Inspirasi: Sigit Exit
Sunday, 8 February 2015
Pride of Anak Ekonomi
Sebagai anak ekonomi gue ngelakuin apa-apa
pake prinsip ekonomi. Misalnya waktu mutusin pacar, gue akan mutusin pacar
ketika sudah melewati titik breakeven point (Titik impas). Atau ketika beli celana
gemes, gue akan melihat dulu bagaimana tingkat inflasi kala itu. Atau waktu
jual ketimun di Harvestmoon, gue akan mempertimbangkan Future Value yang gue
dapat. Ya namanya juga anak ekonomi. Tapi ada temen gue, kalo beli apa-apa
engga pernah liat harganya, tapi liat halalnya. Taunya dia bukan anak ekonomi
tapi anak pak Ustad. Ada lagi temen gue yang beli apa-apa liat halalnya, liat
harganya juga. Taunya dia anak pak ustad yang jadi dosen ekonomi. Ada juga
temen gue yang mau beli apa-apa liat harganya, liat halalnya. Tapi engga dibeli
barangnya. Taunya dia anak gembala. Selalu riang. Serta gembira (Kenape jadi
nyanyi!)
Wednesday, 4 February 2015
Tipe-tipe Mahasiswa Tingkat Akhir
Gue adalah orang yang senang
memperhatikan hal-hal remeh yang ada disekitar, kalo bahasa per-stand up comedy-annya
itu observasi materi. Misalnya ketika lagi bayar parkir di kampus. Iya kampus
gue mah kalo udah jam 5 sore ke atas parkir harus bayar, gak asik banget. Gue
suka merhatiin kalo ada yang bayar cuma seribu, suka dijutekin sama satpamnya.
Bayar 2 ribu, disenyumin satpamnya. Bayar 5 ribu, disenyumin sama diucapin
terima kasih satpamnya. Gue penasaran gitu kalo gue bayar 20 ribu, kali satpamnya
ngambil motor gue terus nganterin pulang. Kali gitu.